Rotto (Chapter 1 of 3)

rotto
Tittle: Rotto

Author: Yang Min Soo

Main Cast: Kim Minseok, Do Kyungsoo, Kim Jongin

Other Cast: 

Do Hyungshik (Minseok’s Step Father) & Kim Nari (Minseok’s Mother)

Kim Joonmyeon & Kim Jongdae (Minseok’s Cousin)

Park Chanyeol & Byun Baekhyun (Kyungsoo’s Best Friend)

Go Soyeon (Cafe’s Owner)

Go Jihyun (Soyeon’s Daughter)

Genre: Brothership, Friendship, Family, Sad

Length: Chaptered

Rate: G

Disclaimer: Annyeong! This ff real from my imagination. I hope you like it and give your comments 🙂

 

 

 

Angin malam berhembus tenang, menerbangkan daun-daun yang berjatuhan. Terlihat seorang remaja berpipi Chubby  tengah berjalan menelusuri trotoar, bermaksud untuk pulang ke tempat yang sangat ia benci. Rumahnya, ah tidak, rumah orang lain yang kini ia harus akui kalau itu rumahnya juga. Walau ia sedikit kesal mengakuinya.

 

 

“KAU DARIMANA, KYUNGSOO?!”

 

Shit, ia pulang di saat yang tidak tepat. Mendengar teriakan yang sangat ia hafal membuat kepalanya terasa berputar-putar. Ia memilih terdiam di balik pintu, memijat pelipisnya lalu menarik napas berkali-kali. Pria paruh baya yang sangat ia benci itu pasti sedang marah pada anaknya.

“jawab appamu ini, Do Kyungsoo!”

Remaja itu tak bisa menahan lagi. Sudah cukup panas telinganya mendengar suara  pria paruh baya itu. Terkadang ia berpikir, apakah pria itu tak memiliki malu?

“Kyungsoo pergi latihan” ucapnya sambil menatap malas pria paruh baya yang tengah menatap tajam seorang remaja bermata bulat.

“Kyungsoo sudah izin padaku dan Jongin. Apakah Jongin tak memberitahu anda, tuan Do Hyungshik?”

“apa seperti ini caramu berbicara pada orang tuamu, Kim Minseok?” remaja berpipi Chubby yang tak lain adalah Kim Minseok hanya memutar matanya dengan malas.

“dan kenapa kau juga baru pulang?! Kenapa wajahmu babak belur?! Kau berkelahi lagi?!”

“anda tak perlu tahu” desis Minseok lalu menarik adiknya, Do Kyungsoo untuk pergi bersamanya.

Hyungshik hanya bisa memijat pelipisnya, mengurangi rasa pening yang ia rasakan. Minseok dan Kyungsoo benar-benar menguras kesabarannya. Bahkan hanya memikirkan mereka membuat dirinya tak bisa konsentrasi bekerja. Minseok dan Kyungsoo berhasil membuat beban pikirannya bertambah.

 

 

Kyungsoo sibuk mengobati memar dan luka di wajah Minseok. Ia benar-benar khawatir saat melihat hyungnya itu pulang dengan wajah babak belur. Minseok yang sudah terbiasa dengan luka seperti itu hanya diam. Ia pun menatap langit malam dari balik jendela.

“hampir setiap minggu hyung berkelahi. Hampir setiap bulan hyung diskors, hyung tidak takut?” tanya Kyungsoo

“tidak. Memangnya kenapa?”

“aku takut hyung dikeluarkan dari sekolah” jawab Kyungsoo polos.

“kau ini. Lagipula siapa yang peduli aku dikeluarkan dari sekolah? Aku saja tak peduli dengan diriku sendiri dan–”

“dan apa?”

Dan rasanya aku ingin mati sekarang juga, jawab Minseok dalam hati. Ia menatap lekat langit-langit kamar Kyungsoo.

“hyung!” panggilan Kyungsoo mampu membuyarkan lamunan Minseok.

“sekarang kau tidur. Aku akan menemanimu malam ini” pinta Minseok, Kyungsoo hanya menurut.

Minseok menatap lekat adik bermata bulat yang kini terlelap tidur. Seandainya bukan karena Kyungsoo, ia ingin mati. Seandainya bukan karena Kyungsoo, ia ingin kabur dari rumah saat ini juga. Minseok kembali menatap langit-langit kamar, menerawang sesuatu yang tidak jelas

 

 

Keesokan harinya

Sinar matahari mulai memasuki celah ventilasi. Ketukan halus terdengar hingga ke telinga Kyungsoo. Kyungsoo pun terbangun. Ia merenggangkan seluruh otot tubuhnya. Mata bulatnya memandang Minseok yang masih sibuk dengan mimpi.

“hyung, bangun” pinta Kyungsoo sambil menusuk-nusuk pipi chubby Minseok.

“kau saja yang pergi ke sekolah, aku malas” ujar Minseok lalu menarik selimut hingga mnutupi seluruh tubuh.

“hyung! Ayo bangun!” rengek Kyungsoo

“baiklah, baiklah”

Kyungsoo langsung tersenyum lebar saat Minseok menuruti permintaannya. Ia langsung beranjak pergi untuk mansi, meninggalkan Minseok sendirian di kasur. Tanpa Kyungsoo sadari, Minseok memerhatikannya.

 

 

Minseok keluar dari kamar Kyungsoo, ia bermaksud untuk kembali ke kamarnya sendiri. Tapi ia malah berpapasan dengan Kim Jongin, adiknya. Minseok melempar senyum sinis ke arah Jongin.

“Minseok-hyung! Wajahmu kenapa?” tanya Jongin, nada bicaranya terdengar khawatir.

“aku terjatuh” jawab Minseok cuek.

“hyung! Aku serius! Ini bukan sekedar jatuh” seru Jongin, Minseok menarik kerah piyama Jongin.

“hyu–hyung”

“jangan macam-macam pada Kyungsoo atau kau berurusan denganku” ancam Minseok, wajah Jongin langsung murung mendengarnya.

“sebenarnya adik kandungmu aku atau Kyungsoo?” tanya Jongin

“kau memang adik kandungku, tapi aku jauh lebih menyayangi Kyungsoo” jawab Minseok tajam.

“kenapa? Kenapa hyung lebih menyayangi dia yang jelas-jelas bukan adik kandungmu?!” kesal Jongin

“karena kau telah berubah, Kim Jongin. Aku merasa kau bukan Jongin yang ku kenal” jawab Minseok lalu melepaskan kerah piyama Jongin dan meninggalkan Jongin.

Jongin terpaku mendengar jawaban Minseok. Ia membeku di tempat. Apa yang berubah? Apa aku salah meminta lebih?, tanya Jongin dalam hati

************

 

 

Kyungsoo hanya bisa menunduk sedih saat melihat betapa perhatiannya Kim Nari dan Hyungshik saat melayani anak bungsu mereka. Segala yang diminta oleh Jongin selalu dituruti. Minseok hanya bisa mendengus kesal terlebih melihat raut wajah sedih tergambar jelas di wajah Kyungsoo. Ia langsung menarik Kyungsoo pergi dari acara sarapan yang menurutnya memuakkan itu. Bahkan Minseok tak peduli saat dirinya tak pamit pergi pada kedua orang tuanya.

“hyu–hyung! Kita mau kemana?” tanya Kyungsoo

“ke sekolah”

“ta–tapi kita–”

“kita bisa mencari sarapan di sekitar sekolah”

 

 

Di kelas

Minseok terlihat gelisah. Sesekali ia menghembuskan napas berat lalu mengembungkan pipi Chubby nya. Tak lupa tangan ia lipat di bawah dada dan kedua kakinya ia letakkan di atas meja. Tak ada yang menegurnya bahkan Jang Dongwoo, teman sebangkunya terlihat tak menegurnya. Bola mata Dongwoo berusaha untuk tidak menatap Minseok.

“YA! Jang Dongwoo”

“ne?”

“kau mau minum?”

“ti–tidak” tolak Dongwoo, ia sama sekali tidak berani menatap kedua mata Minseok.

“setelah ini pelajaran siapa?” tanya Minseok

“Cho-sosaengnim”

“orang itu lagi? Aisssh” gerutu Minseok lalu beranjak dari tempat duduknya.

“Min–Minseok-ah” panggilan Dongwoo membuat langkah Minseok terhenti.

“apa?”

“kau akan membolos pelajaran Cho-sosaengnim lagi?”

“iya”

Dongwoo hanya bisa menghembuskan napasnya, antara lega dan heran. Ia lega karena setiap pelajaran Cho-sosaengnim, Minseok selalu membolos. Tetapi herannya, bagaimana bisa Minseok sebegitu benci pada guru matematika itu? Dongwoo akui, Cho-sosaengnim memang guru paling menyebalkan dan Killer. Beliau tak segan-segan memberi tugas kepada muridnya dalam waktu pengumpulan yang singkat. Kalau dipikir lebih cermat lagi, wajar bila Minseok membenci Cho-sosaengnim.

 

Tetapi  bisakah Minseok untuk tak membolos?

************

Minseok berbaring di kursi panjang yang tersedia di atap sekolah. Matanya terpejam, menghayati hembusan angin yang menerpa wajah imutnya. Ia menghembuskan napasnya, membuka kedua matanya lalu berusaha untuk duduk. Minseok merogoh saku kemejanya, berusaha meraih ponsel hitam miliknya. Tangannya sibuk mengetik sesuatu.

Setelah pesan yang ia ketik telah terkirim ke orang yang ia tuju, Minseok hanya tersenyum kecil. Ia pun kembali berbaring di kursi panjang tersebut sambil menatap awan yang seperti tengah berjalan beriringan. Burung-burung  yang berterbangan, dan sinar matahari yang membuat Minseok harus sedikit menyipitkan matanya.

Minseok menutupi matanya dengan punggung tangan, melindungi dari sinar matahari yang kian terik. Entah mengapa, ia teringat akan Kim Yongchan, ayah kandungnya. Yongchan sudah meninggal 1 tahun yang lalu dan itu membuat luka tersendiri bagi Minseok.

“appa, aku merindukanmu”

************

Entah mengapa, ia merasa tak selera makan. Padahal biasanya ia yang paling banyak makan. Tetapi sepertinya hari ini Mood untuk makan hilang. Yang bisa ia lakukan hanya mengaduk-ngaduk makanan yang telah Kim Jongdae, adik sepupunya ambilkan dari kantin.

“Minseok-hyung” panggil Kyungsoo

“apa?”

“hyung harus makan” ujar Kyungsoo sambil menyodorkan sesuap nasi.

“Minseok-ah, kau yang mengajak kami untuk makan di sini dan menemanimu, kau harus makan juga sebagai tanggungjawab” bujuk Kim Joonmyeon, adik sepupu, teman sekelas, sekaligus ketua OSIS di sekolahnya.

Minseok menatap makanan yang disodorkan oleh Kyungsoo. Perlahan ia mendekati mulutnya lalu memakan makanan tersebut.

“hyung! suapi aku!” rengek Jongdae, ia merasa iri dengan kedekatan Kyungsoo dan Minseok.

“makan sendiri”

Mendengar penolakkan dari Joonmyeon, Jongdae hanya bisa mempoutkan bibirnya dengan lucu. Baekhyun dan Chanyeol malah asyik menggoda Jongdae yang tidak kompak dengan Joonmyeon. Dan kelakuan 2 bocah itu sukses membuat mood Jongdae makin buruk.

 

 

PLEEETAK!

 

 

Kegiatan Joonmyeon terhenti saat Jongdae memukul kepala Baekhyun dan Chanyeol. Minseok dan Kyungsoo membeku melihat aksi Jongdae.

“sakit” ringis Chanyeol

“aisssh, Jongdae bodoh!” kesal Baekhyun sambil mengelus belakang kepalanya, tempat Jongdae menyiksa mereka.

Tanpa merasa bersalah dan berdosa, Jongdae kembali melanjutkan kegiatan makannya. Joonmyeon hanya bisa menggelengkan kepala dengan kelakuan sang adik.

 

 

Sore hari

Minseok melihat jam tangan hitam yang melingkar di pergelangan tangannya. Ia tersenyum, waktu inilah yang paling ia sukai. Bekerja di sebuah Cafe langganannya.

Sejak beberapa bulan yang lalu, Minseok memutuskan untuk mencari uang saku sendiri. Ia pun bekerja di sebuah Cafe langganannya yang bernama GJ Cafe. Pemilik Cafe tersebut sangat ramah, selalu memperlakukannya layaknya anak kandung sendiri, terlebih rekan kerja sekaligus anak dari pemilik Cafe tersebut sangatlah baik dan cantik. Minseok rasa, bekerja di Cafe tersebut menjadi sebuat Moodbooster untuknya.

“annyeong, eommeoni!” sapa Minseok pada seorang wanita paruh baya yang kecantikannya terpancar.

“Minseok-ah, kau sudah datang?” wanita paruh baya pemilik nama Go Soyeon pun mengelus lembut rambut Minseok, hal yang Nari tak lakukan sejak lama.

“kau sudah mengerjakan tugas sekolahmu?” tanya seorang gadis cantik yang berjalan keluar dari dapur.

“belum”

“aisssh, jangan bilang kau mau aku mengerjakan tugas sekolahmu untukmu?”

Minseok hanya tersenyum lebar, menunjukkan gigi kelincinya yang imut. Go Jihyun, perempuan cantik itu langsung menghela napas. Ia sudah biasa mengerjakan tugas remaja yang lebih muda 3 tahun darinya itu.

“tapi kau mengerjakan tugas dapur, mengerti?”

Minseok mengedipkan salah satu matanya, bukan kesepakatan yang sulit. Bagi Minseok, ia lebih memilih lelah tenaga daripada lelah otak. Ia akan menjadi orang yang sangat aneh bila otaknya mulai Eror.

 

 

Malam hari

Minseok sibuk melayani pelanggan. Bila malam hari, GJ Cafe memang cukup ramai. Terkadang Minseok dan Jihyun sering kewalahan melayani pelanggan. Tapi walau seperti itu, Minseok melakukannya dengan senang hati. Bibir Minseok selalu mengembang membentuk lekungan senyuman.

“selamat datang di GJ Cafe, anda mau pesan apa?”

Minseok terlihat senang melakukannya. Dengan cekatan ia menulis pesanan pelanggan di sebuah buku kecil yang selalu ia bawa di sakunya. Jihyun pun sibuk memasak pesanan pelanggan.

 

Tanpa Minseok sadari, sebuah mata tengah memerhatikan kegiatannya.

************

“KENAPA KAU BARU PULANG, MINSEOK?!”

Minseok hanya bisa menghembus napas dengan kasar sembari memutar matanya dengan malas. Ayah tirinya suka sekali memergokinya pulang lewat tengah malam.

“sudah kubilang, anda tak perlu tahu!”

“appa ini appamu! Salah kah appamu ini menanyakan kau kemana?!” Minseok hanya tertawa sinis mendengarnya.

“anda appa saya? Apa saya salah dengar? Perlu anda catat, appa saya sudah meninggal! Perlu kah saya mengulanginya sampai mulut saya berbusa?” tanya Minseok, wajah Hyungshik makin memerah padam.

“KAU!” Hyungshik berniat melayangkan tangannya ke arah Minseok.

Minseok hanya menatap tajam Hyungshik tanpa rasa takut. Ia sama sekali tak masalah bila ditampar oleh Hyungshik. Lagipula tamparan Hyungshik tak seberapa dibanding luka di hatinya. Ia sangat terluka saat Nari memutuskan untuk menikah dengan Hyungshik padahal appa kandungnya baru meninggal 1 tahun yang lalu.

 

Segampang itu kah Nari melupakan Kim Yongchan? Sedangkal itukah cinta Nari pada Yongchan?

 

Tapi ada seseorang yang menahan tangan Hyungshik. Minseok dan Hyungshik terbelalak kaget saat menyadari bahwa Kyungsoo lah menghalangi tamparan itu dengan tangannya. Kyungsoo menatap Hyungshik dengan pandangan kecewa dan beruraian air mata.

“appa, jangan lukai Minseok-hyung” pinta Kyungsoo,Hyungshik membeku di tempatnya.

“kita sudah sering melukai perasaannya, bisakah appa tidak menambah lukanya lagi?” lirih Kyungsoo, air matanya kian deras.

“Kyung–Kyungsoo-ya”

“appa pernah mengajarkan padaku untuk tak melukai orang lain. Bisakah appa mencoba melakukan apa yang telah appa ajarkan padaku?”

Kyungsoo menarik Minseok pergi dari hadapan Hyungshik. Kali ini Kyungsoo yang membela Minseok. Kali ini Kyungsoo yang melindungi Minseok. Sedangkan Hyungshik masih membeku di tempatnya. Ia berusaha mencerna ucapan anak kandungnya itu.

************

“kau hebat, Kyungsoo-ya” puji Minseok sambil mengelus rambut kehitaman milik Kyungsoo.

Biasanya Kyungsoo akan tersenyum lebar saat Minseok membelai rambutnya. Tetapi kali ini tidak. Ia hanya memandang intens kedua mata lebar milik Minseok. Terdapat pandangan kecewa dan terluka di sana.

“hyung, maaf” ucapan Kyungsoo membuat Minseok mengerutkan dahinya.

“maaf? Untuk apa?”

“untuk segalanya” jawab Kyungsoo membuat Minseok makin bingung.

“untuk luka yang sudah aku dan appa buat, untuk kekecewaanm atas pernikahan antara orang tua kita. Aku benar-benar minta maaf” lanjut Kyungsoo membuat mata Minseok melebar.

“aku minta maaf sudah menghancurkan hidupmu. Aku minta maaf karena merepotkanmu. Aku minta maaf karena—” kata

“kenapa kau minta maaf? Ini bukan salahmu” ujar Minseok sambil tertawa kecil, menutupi seluruh luka yang ia rasakan.

“aku memang tak menyetujui pernikahan antara orang tua kita. Tapi bukannya kalau orang tua kita tak menikah, kita tak bisa bertemu?” tanya Minseok membuat Kyungsoo tertegun.

“satu hal yang ku syukuri dalam pernikahan ini, aku memilikimu, Kyungsoo. Aku memiliki seorang adik sebaik dan setegar dirimu”

 

 

Keesokan harinya

Minseok dan Kyungsoo berangkat sekolah bersama seperti biasanya. Sesekali Kyungsoo melirik Minseok yang terlihat lesu. Ia tahu, Minseok pasti sangat lelah. Tadi malam, Minseok baru pulang jam 11 malam dan bertengkar dengan Hyungshik. Kyungsoo juga belum mengatakan bahwa ia tahu kalau Minseok bekerja Part Time di salah satu cafe. Ia rasa, sekarang bukan waktu yang tepat untuk mengatakannya.

“hyung!”

“apa?”

“hyung hadir di festival bulan depan kan?” tanya Kyungsoo

“memangnya kenapa?” tanya balik Minseok

“kau harus melihat pertunjukkanku!” ujar Kyungsoo

“perlukah itu?” tanya Minseok lagi, Kyungsoo mempoutkan bibirnya dengan lucu.

“baiklah, baiklah. Aku janji akan melihat pertunjukkanmu”

 

 

Di kelas

Minseok kembali seperti biasa, menaikkan kedua kakinya lalu melipat tangannya di bawah dada. Ia memandang jendela di sebelahnya. Apa yang harus kulakukan?, tanya Minseok.

 

 

Tiba-tiba ada yang menarik kerah baju Minseok dengan kasar. Sontak membuat remaja berpipi Chubby itu kaget. Ia menghembuskan napas kasar lalu menatap orang yang menariknya dengan kasar. Jang Hyunjo, Rival sekaligus Trouble Maker di sekolah.

“aisssh, lepaskan bodoh!” kesal Minseok lalu memelintir tangan Hyunjo.

“YA! Berani-beraninya kau denganku!”

“apa? Kau mau apa?” tantang Minseok

“ayo kita tunjukkan siapa paling kuat!” seru Hyunjo

“baiklah”

Hyunjo melangkah di depan diikuti Minseok di belakangnya. Murid kelas  XII-C, kelas Minseok terlihat tegang. Hyunjo dan Minseok memang sering berkelahi. Terkadang mereka berdua merusak fasilitas sekolah.

Joonmyeon, selaku ketua kelas yang melihat kejadian itu hanya menghela napas. Ia mengikuti Hyunjo dan Minseok dari belakang, menghentikan bila mereka sudah mulai di luar kendali.

************

“hyung!”

Panggilan Kyungsoo tak mampu membuat Minseok menoleh ke arahnya. Ia masih saja baku hantam dengan Hyunjo.

“gawat, Minseok-hyung bisa diskors lagi kalau terus berlanjut” khawatir Chanyeol

Kyungsoo menatap Minseok yang masih sibuk baku hantam. Otaknya berputar, memikirkan cara agar Minseok menghentikan aksinya. Ia pun berlari ke arah Minseok lalu memeluknya. Tentu saja itu sukses membuat Minseok terhenti begitupun Hyunjo.

“hyung, hentikan” pinta Kyungsoo

“lepaskan aku!” pinta Minseok berusaha memberontak.

“hyung”

“kubilang, lepaskan aku!”

“MINSEOK-HYUNG! DENGARKAN AKU!” teriakan Kyungsoo mampu membuat seluruh murid di kantin membeku.

“kumohon, dengarkan aku”

Minseok luluh. Ia akhirnya mengikuti Kyungsoo. Sesekali ia menatap tajam Hyunjo yang juga menatap tajam ke arahnya. Joonmyeon, Jongdae, Baekhyun, dan Chanyeol pun mengikuti kedua kakak beradik itu dari belakang.

“sialan. Lihat saja nanti pulang sekolah” gumam Hyunjo sambil tersenyum menyeringai.

 ************

Kyungsoo duduk membelakangi Minseok. Joonmyeon menahan Jongdae, Chanyeol, dan Baekhyun yang ingin menenangkan mereka berdua. Joonmyeon rasa, ini saatnya mereka berdua berbicara empat mata antara adik dan kakak.

“Kyungsoo-ya”

“apa?” tanya Kyungsoo sedikit sinis.

“maaf. Aku tak bisa menahan emosiku” sesal Minseok

“kalau hyung mau kumaafkan, hyung harus janji tidak memakai kekerasan lagi” permintaan Kyungsoo terasa berat bagi Minseok.

“ta–tapi–“

“ya sudah kalau hyung tidak mau”

“baiklah, baiklah. Aku janji tidak akan memakai kekerasan lagi”

“benarkah, hyung?” tanya Kyungsoo dengan mata berbinar-binar.

“untuk dimaafkan oleh adikku, aku mau melakukannya” jawab Minseok, Kyungsoo tersenyum lebar mendengarnya.

 

 

Malam hari

Minseok asyik memainkan kakinya. Sesekali kepalanya ia goyangkan ke kanan dan kiri, mengikuti irama musik yang tengah ia dengar di Earphone miliknya. Hari ini ia akan pergi ke GJ Cafe lagi, menjalani aktifitasnya seperti biasa.

 

 

“huummmpphhh”

Tiba-tiba ada yang membekap mulut Minseok dari belakang. Minseok langsung memberontak, ia membanting orang tersebut dari belakang. Sepertinya kemampuan Taekwondo dan Wushu yang Minseok kuasai menguntungkannya.

“kau?!”

Seorang remaja yang Minseok hafal di luar kepala melempar senyum sinis ke arahnya. Ia melipat kedua tangannya, membuat Minseok malas melihatnya.

“ikut aku” pintanya

“hah?”

“Hyunjo menunggumu. Ikut aku”

************

 

BRUAAK!

 

Sebuah bunyi keras sontak membuat Kyungsoo terkaget dan hampir terjatuh. Perlahan Kyungsoo berjalan menuju sumber suara. Sesekali ia memegangi lututnya yang gemetar takut.

 

 

Mata bulatnya kian membulat melihat Minseok dihajar oleh beberapa orang dan salah satunya adalah Hyunjo. Pertarungan itu sungguh tak adil.

“kenapa kau tak melawan seperti biasanya?!” kesal Hyunjo melihat Minseok hanya diam.

“YA!”

“jawab aku! Kenapa kau tidak melawan?!”

“karena aku telah berjanji pada adikku!” ucapan Minseok membuat Kyungsoo tertegun.

“aku adalah seorang laki-laki dan harus menepati janjiku! Aku berjanji pada adikku untuk tak lagi menggunakan kekerasan! Apa kau puas?!”

Kyungsoo hanya bisa menutup matanya. Ia tak kuat melihat Minseok disiksa seperti itu oleh Hyunjo. Terlebih lagi Minseok tidak melawan karena dirinya. Karena sebuah janji yang Kyungsoo paksa.

 

 

“hyung” panggilan Kyungsoo sontak membuat Minseok dan Hyunjo terlonjak kaget.

“Kyung–Kyungsoo-ya?! Apa yang kau lakukan di sini?!” kaget Minseok

“maafkan aku, lagi-lagi aku membuatmu terluka. Aku minta maaf” sesal Kyungsoo

Minseok dan Hyunjo saling pandang lalu menatap remaja bermata bulat yang kini berada di dekat mereka.

“Hyunjo-sunbae, jangan sakiti Minseok-hyung lagi. Kumohon” pinta Kyungsoo sambil berlutut.

“jangan lakukan itu! Bangun!” titah Minseok, Hyunjo hanya menyeringai.

Hyunjo mendekati Kyungsoo. Tubuh Kyungsoo terlihat bergemetar menahan takut. Minseok ingin melindungi Kyungsoo tetapi tubuhnya tak mendukung.

 

BRUAAK!

 

Mata Minseok melebar melihatnya. Hatinya mendesir melihat adik kesayangannya itu diinjak dan ditinju berkali-kali. Amarahnya memuncak, Minseok berusaha berdiri walaupun berkali-kali ia terjatuh kembali. Dengan penuh amarah, ia meninju Hyunjo dan Hyunjo terpental.

“hyung!”

“maafkan aku, kali ini aku tak bisa menepati janjiku”

Minseok memukul dan menendang Hyunjo berkali-kali. Ia memaksakan tubuhnya yang sudah lemah untuk terus menghajar Hyunjo. Minseok tak bisa mentolerir bila ada yang melukai Kyungsoo seujung kuku pun.

“hyung, sudah”

“sialan kau, Jang Hyunjo!”

“HYUNG! SUDAH!” teriak Kyungsoo mampu membuat Minseok terhenti.

“lebih baik kita pulang” bujuk Kyungsoo sambil membantu Minseok berjalan.

 ************

“APA YANG KALIAN LAKUKAN, EOH?!”

Lagi-lagi Kyungsoo hanya bisa menutup kedua mata bulatnya dan membungkam mulutnya. Sedangkan Minseok hanya memutar matanya dengan malas, seakan bosan dengan teriakan ayah tirinya itu. Jongin dan Nari hanya bisa melihat kemarahan sang kepala keluarga dari belakang.

“apa kau mulai meniru Minseok, Kyungsoo?!”

“apa salahnya dia meniruku? Lagipula anda tak pernah peduli padanya” ucapan Minseok seperti menyulut api dalam minyak.

“KAU!”

 

 

PLAAK!

 

 

Kyungsoo, Jongin, dan Nari terkaget melihat aksi Hyungshik. Sedangkan Minseok yang sudah dalam keadaan kacau hanya bisa menahan tangis. Hati dan tubuhnya benar-benar terluka dan hancur.

“Min–Minseok-ah, appa—“ kata Hyungshik terputus, ia sendiri juga kaget atas sikapnya.

“aku tahu, anda tak pernah mengharapkanku” ucap Minseok, mata dan wajahnya mulai memerah. Matanya terasa panas begitu juga Kyungsoo. Ia bisa melihat jelas tatapan terluka di kedua mata Minseok.

“aku menyesal mengizinkan anda menikah dengan eommaku”

“aku menyesal memiliki appa sepertimu”

“aku menyesal kenapa harus hidup di rumah ini”

“aku menyesal berusaha menahan diri untuk tidak keluar dari rumah ini”

“sungguh, aku menyesal”

Sederet ucapan Minseok menusuk hati Hyungshik dan Nari secara bersamaan. Mereka tak tahu, bahwa pernikahan mereka membuat luka yang sangat dalam bagi Minseok.

 

 

Minseok melempar pandangan terluka ke arah Jongin. Matanya kian terasa panas dan itu membuat Kyungsoo tak kuasa menahan tangis. Ia bisa merasakan rasa sakit yang selama ini Minseok rasakan. Rasa sakit yang selama ini Minseok berusaha kubur agar semua orang menganggapnya baik-baik saja.

“Kim Jongin, kau memang adik kandungku. Tapi seperti yang kubilang, aku jauh menyayangi Kyungsoo dibanding dirimu”

“kau berubah sejak pernikahan ini. Kau lebih licik dari yang kukira. Kau lebih manja. Bahkan kau mengambil kepercayaan tuan Hyungshik pada anak kandungnya sendiri” kata Minseok membuat mata Jongin berkaca-kaca.

“aku lebih baik tak memilikimu, Kim Jongin. Aku sungguh rela melepaskanmu demi Kyungsoo” a.

Minseok pun berbalik pergi meninggalkan Nari, Hyungshik, dan Jongin yang terdiam membeku karena ucapan Minseok. Kyungsoo langsung mengejar Minseok tanpa memperdulikan ketiga anggota keluarganya yang masih terdiam mencerna ucapan Minseok.

************

 

 

Kyungsoo berusaha untuk menyamakan posisinya dengan Minseok. Ia tak akan tega membiarkan Minseok pergi sendirian.

“Minseok-hyung, kau tidak apa-apa?” tanya Kyungsoo, ia bisa melihat mata Minseok berkaca-kaca.

“aku tidak apa-apa” jawab Minseok sambil tersenyum. Senyuman yang menyakitkan bagi Kyungsoo.

“kau bohong, hyung” gerutu Kyungsoo, Minseok hanya mengelus rambut Kyungsoo.

“sekarang kita kemana?” tanya Kyungsoo

“ke rumahku”

************

Minseok tersenyum kecil menatap rumah yang kini berada di hadapannya. Rumah di hadapannya bisa dibilang sangat sederhana. Ah tidak, bukan bisa dibilang tetapi sangat sederhana. Hanya terdapat 3 ruangan berukuran kecil yaitu ruang depan, kamar, dan kamar mandi.

“ini rumah yang kusewakan” ujar Minseok membuat Kyungsoo kaget.

“bisa dibilang ini rumah pelarianku. Bila aku malas pulang ke rumah, aku akan tidur di rumah ini. Penyewa rumah ini sangat baik padaku dan memberikanku potongan harga sewa karena dia tahu kalau aku sangat jarang menggunakan rumah ini. Lagipula rumah ini memang yang paling tidak laku dari rumah sewaan yang ia miliki karena tempatnya terlalu kecil” jelas Minseok

“rasanya aku tidak ingin kembali ke rumah besar itu lagi. Terlalu memuakkan”

“aku juga akan tinggal di sini kalau hyung tak mau pulang!”

“benarkah?”

“iya! Tapi—”

“tapi apa?”

“baju kita–bagaimana?” tanya Kyungsoo polos membuat Minseok tertawa geli mendengarnya.

“aku akan meminta bantuan Joonmyeon untuk mengurus pakaian milik kita. Lebih baik sekarang kau tidur”

 

 

Keesokan harinya

“kau seperti istriku saja” goda Minseok saat sarapan. Ia tersenyum melihat makanan telah siap tersedia. Adik bermata bulatnya itu memang pandai memasak.

“hyung! Jangan mulai atau aku akan—”

“baiklah, baiklah. Cepat mandi! Badanmu bau!” seru Minseok

“badanku bau atau hyungnya saja yang mau  cepat-cepat berangkat ke sekolah?” kali ini Kyungsoo yang menggoda.

“bukan Style seorang Kim Minseok yang menyukai dunia sekolah. Cepatlah mandi! Kau bau Kimchi!”

 

 

Di kelas

Minseok memijat pelan pelipisnya, berharap rasa pening yang ia rasakan mereda. Teringat dengan kejadian semalam membuat Mood nya buruk dan kepalanya terasa berputar-putar. Otaknya terasa lelah begitu juga hatinya. Terlebih lagi Kyungsoo ikut bersamanya. Ia tak yakin bisa menjaga adik tirinya itu.

Minseok memang senang saat Kyungsoo memutuskan untuk ikut dengannya. Setidaknya ia tak akan sendirian. Tapi kalau dipikir-pikir kembali, Minseok khawatir Kyungsoo akan hidup susah bersamanya. Tinggal di rumah yang kecil, meninggalkan semua kemewahan yang selama ini Hyungshik berikan pada Kyungsoo. Terlebih harus tertidur di kasur yang cukup kecil berdua. Rasanya Minseok tak tega harus membuat Kyungsoo ikut susah bersamanya.

 

BRAAK!

 

Lamunan Minseok terpecah karena lemparan 2 buah tas yang mendarat di atas mejanya. Minseok hanya bisa menggerutu melihat Joonmyeon dengan tenangnya duduk di mejanya.

“permintaanmu sudah kulaksanakan”

Minseok tersenyum, ia menaruh kedua tas itu di bawah mejanya. Joonmyeon memang selalu bisa diandalkan bila ia meminta tolong padanya.

“kau memang bisa diandalkan”

“YA! Kenapa kau kabur dari rumah?” tanya Joonmyeon, ia menatap tajam Minseok.

“pria tua itu benar-benar membuatku gila. Aku benar-benar menyesal mengizinkan eomma untuk menikahinya”

“eommamu sungguh menyebalkan, Minseok-ah”

“memang”

 

 

Malam hari

Seperti biasanya, Minseok sibuk di GJ Cafe. Ia melayani beberapa pelanggan lalu mengantarkan pesanan mereka. Benar-benar kegiatan yang menyenangkan menurutnya.

Kliing

 

 

“selamat datang di cafe kami, mau pe—” kata Minseok terputus menyadari siapa yang datang.

“hyung!” sapa Kyungsoo

************

Minseok dan Kyungsoo duduk terdiam di dapur. Minseok menatap intens Kyungsoo dan yang ditatap hanya menatap santai Minseok. Ayolah, ini bukan sesuatu yang perlu Minseok sembunyikan. Seandainya Hyungshik tahu kalau anak sulungnya semandiri ini, mungkin semua kata-kata menyakitkan itu akan ditarik langsung.

“baga—”

“aku sudah tahu semuanya, hyung”

“tapi—”

“aku mengetahuinya saat pulang latihan vokal. Aku sengaja tak memberitahumu karena bukan waktu yang tepat”

“kau marah padaku, Kyungsoo-ya?” tanya Minseok, Kyungsoo menggeleng.

“aku bangga memiliki hyung sepertimu! Kau hyung yang hebat!” puji Kyungsoo sambil mengacungkan kedua jempolnya.

Minseok hanya tersenyum. Ia bersyukur mendapatkan adik seperti Kyungsoo yang sangat perhatian dan pengertiannya padanya.

 

 

Seminggu kemudian

Hidup Minseok dan Kyungsoo berubah sejak mengangkatkan kakinya dari rumah mewah Hyungshik. Mereka bisa merasakan bagaimana kebebasan. Mereka juga lebih mandiri. Terlebih untuk Kyungsoo. Ia bisa merasakan bagaimana rasanya kemandirian bersama sang kakak, Minseok. Ia salut memiliki kakak seperti Minseok. Mereka berdua juga bekerja di GJ Cafe.

Pemilik cafe bernama Go Soyeon. Dia juga pemilik rumah sewa yang kini Minseok dan Kyungsoo tinggali. Memiliki sifat yang dermawan dan baik hati. Ia juga memiliki seorang anak perempuan bernama Go Jihyun. Jihyun bekerja di cafe milik orang tuanya sendiri. Jihyun sendiri berumur lebih tua dari Minseok dan Kyungsoo. Terkadang ia dengan rela mengerjakan tugas sekolah Minseok.

Soyeon menganggap Kyungsoo dan Minseok adalah anaknya sendiri. Ia selalu mengantarkan makanan untuk kedua remaja itu, menyuruh mereka berdua mengerjakan tugas, dan hal-hal lainnya yang tidak pernah Nari lakukan pada Minseok dan Kyungsoo.

 

 

“Kyungsoo-ya, kau sudah mengerjakan tugas?” tanya Soyeon pada Kyungsoo yang baru datang untuk bekerja.

“sudah eommeoni”

“bagus. Kalau kau, Minseok?” tanya Soyeon, ia sedikit mengerinyit seakan tahu sifat remaja yang satu itu.

“hyung bilang, dia malas mengerjakannya”

“kerjakan sekarang atau kau tidak boleh bekerja” ancam Soyeon

“eommeoni…”

“kerjakan tugasmu sekarang! Aku tak mau kedua anakku ini kena hukuman” titah Soyeon, Minseok hanya mengerutkan bibirnya.

“Jihyun-noona! Ajari aku!” seru Minseok pada Jihyun yang sibuk mencuci piring.

“aisssh, kapan anak itu sepintar adiknya?” dengus Jihyun lalu segera menyusul Minseok.

 

 

Malam hari

 

Kliing!

 

 

“selamat datang di GJ Cafe, anda mau pesan apa?” sapa Jihyun ramah.

Minseok membeku melihat siapa pelanggan cafe yang kali ini datang. Begitu juga pelanggan tersebut. Ia juga terpaku melihat Minseok.

“Jo–Jongin”

skak mat, hyung! Aku akan memberitahu keberadaanmu pada eomma dan appa”

“YA! Kim Jongin!”

“aku akan memberitahu appa tentang keberadaanmu, hyung. Percuma saja bila kau bersembunyi. Kenyataannya, aku bisa menemukanmu” Jihyun hanya menatap 2 remaja yang kini tengah adu mulut.

“kau benar-benar”

“apa? Hyung mau mengancamku?” tantang Jongin, Minseok hanya bisa menghembuskan napas kasar.

“Minseok-ah, dia siapa?” bisik Jihyun, Minseok terlihat tak mengrubis pertanyaan Jihyun.

Jongin mengeluarkan ponsel dari saku celananya. Minseok terlihat khawatir. Ia menggigit ujung bibirnya. Sedangkan Jihyun hanya menatap bingung keduanya.

“aku akan menelpon appa” ujar Jongin lalu berlari meninggalkan Cafe.

“YA! KIM JONGIN!”

Jihyun terlihat kaget dan panik. Ia menggigit ujung bibirnya, khawatir akan remaja berpipi Chubby itu. Pasalnya, Minseok berlari seperti orang gila. Terlebih di luar tengah hujan angin dan Minseok tak memakai pelindung apapun untuk melindunginya dari deras hujan yang turun.

“Minseok-hyung dimana, noona?” tanya Kyungsoo yang tiba-tiba muncul dari dapur.

“ia berlari keluar mengejar seorang pelanggan” jawab Jihyun dengan nada bergetar.

“pelanggan?”

“pelanggan itu mempunyai kulit Tan. Aku khawatir karena Minseok mengejar orang itu seperti orang gila ditambah ia tak membawa payung sama sekali! Padahal sekarang sedang hujan angin”

************

Minseok berlari mengejar Jongin yang berada di depannya. Tak mempedulikkan tubuhnya yang sudah basah ataupun tatapan orang yang memandangannya dengan pandangan aneh. Yang terpenting, Jongin tak akan memberitahu keberadaannya pada pria paruh baya yang sangat ia benci itu.

Minseok cukup bahagia dengan hidupnya sekarang. Ia bahagia merasakan kebebasan yang selama ini tak pernah ia rasakan. Ia bahagia bisa hidup mandiri.

Tidak bisakah Minseok tetap seperti ini?

Saat di Zebracross, Jongin begitu saja menyebrang. Ia tak peduli dengan lampu lalu lintas. Yang terpenting bginya, ia bisa menghindar dari kakaknya itu.

Minseok menatap lampu lalu lintas sejenak. Untung saja lampu hijau untuk penyebrang. Ia tersenyum sejenak lalu berlari mengejar Jongin yang sudah di seberang jalan.

TIIIN!

Tiba-tiba sebuah mobil melaju cepat ke arah Minseok yang masih berada di Zebracross. Mobil yang dikemudikan oleh pemabuk itu terlihat tidak memerhatikan lampu lalu lintas yang berwarna merah untuk pengendara.

“MINSEOK-HYUNG!” teriak Jongin

Minseok terkesiap melihat mobil melajut cepat ke arahnya. Matanya sedikit menyipit, menghindari sinar lampu yang menerpa kedua matanya.

BRUAAAK!

Jongin hanya bisa terdiam di tempat. Matanya melebar melihat Minseok tergeletak tak berdaya di tengah jalan. Tubuhnya bergemetar hebat. Ia tak tahu harus berbuat apa.

Tiba-tiba mata Jongin menangkap sosok Kyungsoo yang berada di seberang jalan. Kyungsoo hanya bisa terdiam melihat Minseok. Jongin berjalan mundur, ia tak tahu akan seperti ini.

Kyungsoo segera berhambur ke arah Minseok. Memeluk remaja berpipi Chubby itu. Tak mempedulikan pelaku yang sudah lari kabur meninggalkan mereka. Tak mempedulikan seragam kerjanya yang terkena noda darah.

Minseok yang masih setengah sadar merasakan pelukan Kyungsoo. Tubuhnya yang kian lemah dan napasnya yang kian terputus-putus membuatnya tak bisa berbuat apapun. Ia hanya bisa diam menahan sakit saat berusaha untuk membuka matanya walau hanya sedikit. Ia menatap langit malam, berdoa sesuatu pada Tuhan.

 

Minseok lelah akan semuanya. Bisakah Tuhan membuatnya untuk tidak merasakan perih di hatinya?

 

Jongin berjalan mundur. Ia sungguh ketakutan saat ini. Ia sama sekali tak tahu akan seperti ini. Awalnya hanya adegan Marathon antara dirinya dan Minseok. Tapi berakhir tragis seperti ini.

Dengan mata berkilat, rahang mengeras, dan tangan mengepal dengan kuat, Kyungsoo menatap Jongin. Tatapan Kyungsoo seakan mencekik Jongin. Seakan ingin membunuh Jongin. Jongin makin melangkah mundur. Ia semakin ketakutan melihat tatapan membunuh Kyungsoo. Diam-diam Jongin menelpon 119, berharap ambulans secepatnya datang untuk menolong hyung berpipi Chubby nya itu. Tak mempedulikan ponselnya rusak terkena derasnya air hujan.

“Kyung–Kyungsoo, a–aku—”

“Kim Jongin, aku bersumpah tak akan memaafkanmu!” tanpa Kyungsoo ketahui, samar-samar Minseok bisa mendengar perkataan Kyungsoo sebelum akhirnya semuanya gelap.

TBC

11 pemikiran pada “Rotto (Chapter 1 of 3)

  1. Suka bgt
    kenpa bisa bgtu ya
    seorang kakak lebih sayang dengan adik tri di banding dngan adik kandung@
    n cerita@ bikin sedih
    thanks n semngat ya author
    ku tunggu next chap

  2. Pleaseee thor, ini jgn sampe sad ending!!! Msa bru chapter 1 Minseoknya udah end sih???? Ini mesti lanjut secepatnya…dan saya suka dgn genrenya (y) brothership…dan suka sama karakter Minseok di sini 😀
    Next..

  3. Gila cerita nya berrhasil buat saya ngeluarin air mata, rasanya nyesek banget . Rasanya pengen marah sama jongin tapi kl nggak ada jongin ceritanya nggak bakal jalan. Good story 😉

Tinggalkan komentar